Minggu, 16 November 2008

CITY WALK-nya SOLO

Kalau kita berjalan-jalan ke kota Solo sekarang ini, kita akan melihat kosmetik baru yang mempercantk wajah kota Solo. Banyak proyek-proyek pertamanan yang dikerjakan pemda setempat yang akhirnya membentuk public space, ruang milik bersama bagi penghuni kota untuk beraktivitas, bersantai maupun bersosialisasi. Salah satu proyek paling prestisius yang dikerjakan adalah proyek menyulap sisi selatan jalan protokol utama Jl Slamet Riyadi, yang sebelumnya merupakan jalur lambat menjadi pedestrian panjang untuk pejalan kaki, yang disebut Solo City Walk.

Solo city walk adalah sebuah proyek mercusuar pemda yang dilandasi pemikiran untuk mengangkat potensi Solo yang ada dan tumbuh dengan slogan Solo past as Solo future. Proyek ini bertujuan hendak mengembalikan ruang publik yang pernah ada dalam aktivitas masyarakat Solo dimasa lampau. Nilai-nilai adiluhung kota Solo tidak serta merta dapat dimasukkan dalam city walk yang ada karena kondisi sosial-kultural masyarakat masa kini yang beraneka ragam juga harus diperhatikan. Hal ini penting agar kehadiran city walk yang ingin metonjolkan sisi romantisme Solo dimasa lampau bisa menyatu dengan kebijakan pengembangan lain yang dilakukan pemda maupun pihak swasta.

Koridor jalan protokol Slamet Riyadi yang dipilih mempunyai banyak titik-titik menarik yang sangat mendukung perencanaan city walk Jalur wisata mulai dari Stasiun Purwosari berujung di kawasan benteng Vastenburg dan Pasar Gede, dipenuhi bangunan-bangunan heritage yang beberapa masih tegak berdiri. Dijalur ini dapat dijumpai pusat perbelanjaan modern, kawasan konservasi Sriwedari, Museum Radya Pustaka, Museum Batik Kuno Danarhadi, Kawasan Ngarsopuran Mangkunegaran, Kampung Kauman (yang saat ini juga dicanangkan sebagai salah satu kampung wisata batik di Solo yang juga menawarkan wisata suasana religius Islam yang kental), Gladhag, Alun-Alun Utara, Masjid Agung Solo, kawasan keraton Kasunanan, benteng Vastenburg, yang kemudian dapat dilanjutkan ke pasar tradisional Pasar Gede.

Saat ini sisi selatan Jalan Slamet Riyadi telah mengalami perubahan berupa penataan kawasan pedestrian dengan jalur hijau dan jalur pejalan kaki. Pedagang kaki lima yang keberadaannya berusaha dihilangkan atau diposisikan sebagai pihak yang terpinggirkan di kebanyakan kota-kota besar di Indonesia, diberi tempat-tempat khusus dan diberikan sarana berjualan yang seragam dan rapi. Pemda menyadari bahwa keberadaan mereka merupakan salah satu unsur unik yang memerlukan proses kebijakan untuk penataan dan juga memiliki hak untuk memanfaatkan kota sebagai publik domain. Salah satu potensi unik Solo yang sudah jarang dijumpai di Indonesia dan kebetulan juga terletak di sisi selatan Jalan Slamet Riyadi adalah keberadaan rel trem sebagai sarana transportasi, jika keberadaan rel trem ini diberdayakan kembali sebagai penunjang City Walk dapat dipastikan Solo city walk merupakan city walk yang paling unik karena satu-satunya city walk yang tiap waktu tertentu dilalui oleh kereta. Jangan lupakan juga keberadaan becak sebagai sarana transportasi tradisional kota. Luar biasa.

Keberadaan jalur hijau yang lebar disepanjang koridor Jalan Slamet Riyadi juga menjadi salah satu potensi yang telah disulap menjadi salah satu elemen penunjang yang sangat menarik. Jalur ini telah berubah menjadi taman kota yang dilengkapi tempat duduk cantik yang berfungsi sebagai tempat singgah untuk beristirahat, menikmati kesejukan dan keindahan bunga, jogging atau berolahraga. Satu hal yang dirindukan oleh masyarakat kota. Atau lakukan rekreasi edukatif melaui informasi historikal yang dapat dijumpai di museum Radya Pustaka yang saat ini keberadaannya sebagai museum tertua mulai terlupakan atau museum Batik Kuno Danarhadi.

Lebarnya pedestrian, taman yang tertata rapi dan fasilitas penunjang lainnya yang memadai, membuat kawasan ini menjadi lokasi yang ideal untuk dilakukannya festival-festival seni. Festival Nasi Liwet dan Solo Art Festival adalah contoh festival-festival yang telah memanfaatkan keberadaan kawasan ini.

Yang harus juga diingat oleh pemda Solo, bukan hanya pembangunan fisik yang harus dilakukan untuk mengembangkan Solo sebagai solo's past as solo's future tetapi juga unsur non fisik yakni keberadaan warga Solo yang akan turut mendukung keberadaan city walk ini. Pola pikir masyarakat yang terbentuk agar mencintai kotanya sebagai Heritage City dan kesadaran masyarakat akan potensi historis kotanya akan berpengaruh langsung dalam mewujudkan image yang ingin ditampilkan.

Perlu proses panjang memang yang melibatkan berbagai pihak apalagi di tengah hiruk pikuk pro kontra yang masih bermunculan.

Rabu, 12 November 2008

Balekambang, taman tanda cinta orang tua

Taman Balekambang dibangun oleh Kanjeng Gusti Adipati Mangkunegoro VII pada tahun 1921 sebagai tanda cinta beliau kepada dua putri beliau. Itulah sebabnya pada awalnya taman ini dibagi menjadi dua area. Area pertama diberi nama Partini Tuin yang berarti Taman Partini. Partini adalah nama putri tertua Kanjeng Gusti Adipati Mangkunegoro VII. Area kedua dinamakan Partinah Bosch yang berarti Taman Air Partinah. Seperti halnya Partini, Partinah juga adalah putri dari Kanjeng Gusti Adipati Mangkunegoro VII. Kedua taman inilah yang dikemudian hari oleh masyarakat Solo lebih dikenal sebagai Taman Balekambang.

Selain keberadaan taman hutan kota dan taman air, Balekambang juga terkenal oleh keberadaan gedung pertunjukan Ketoprak-nya. Pada masa kejayaannya, sebelum era pertelevisian swasta, gedung pertunjukan Ketoprak selalu ramai penuh penonton. Mereka rela berdiri berdesakan jika tidak mendapatkan tempat duduk. Salah satu group yang dibesarkan gedung ketoprak ini adalah kelompok Srimulat Solo yang dipimpin oleh Bapak Teguh Almarhum.

Seiring berjalannya waktu pamor Taman Balekambang mulai meredup. Gedung ketoprak yang biasanya penuh mulai ditinggalkan oleh penontonnya yang lebih memilih menonton televisi di rumah. Taman air yang jernih berubah menjadi keruh dan tidak menarik. Pemerintah daerah saat itu, yang melihat keberadaan taman yang mulai ditinggalkan berusaha menarik perhatian pengunjung dengan menyewakan lahan yang ada pada pelaku dunia hiburan. Hasilnya di dalam taman muncul diskotik, panti pijat dan restoran yang mengakibatkan Taman Balekambang dikonotasikan secara negatif oleh masyarakat.
Saat ini (tahun 2008) Pemda Surakarta berusaha melakukan revitalisasi Taman Balekambang untuk dikembalikan ke kondisi semula setelah selama bertahun-tahun tenggelam dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Revitalisasi ini merupakan rencana pemda setempat untuk mengembalikan ruang terbuka publik dan menambah daerah resapan air. Sebuah rencana mulia yang wajib untuk didukung.

Taman Balekambang sekarang ini muncul menjadi hutan kota yang nyaman yang dilengkapi dengan tumbuhan langka berukuran besar, patung-patung, air mancur, amphi theater dan kursi taman berdesain unik. Dibutuhkan komitmen dari semua pihak, terutama pemda Solo dimasa mendatang untuk tetap menjaga dan melestarikan keberadaan taman ini. Peran serta masyarakat pun tidak kalah pentingnya untuk turut melindungi dan menjaga taman ini.

Selasa, 04 November 2008

asal mula BENGAWAN SOLO

Bagi masyarakat Solo dan sekitarnya, nama Bengawan Solo tentu sudah tidak asing lagi. Kemasyuran sungai terbesar yang membelah Kota Solo tersebut semakin dikenal lewat lagu Bengawan Solo karya maestro keroncong Gesang. Namun siapa sangka ternyata dulu nama sungai kebanggaan masyarakat Solo dan sekitarnya itu dahulu bernama Bengawan Beton, bukan Bengawan Solo.
Menurut buku Babad Sala yang ditulis RM Sajid, koleksi Reksopustaka Istana Mangkunegaran, pada zaman Mataram, terdapat sebuah dusun bernama Nusupan. Dusun itu terletak di sebelah tenggara Desa Sala, wilayah yang kemudian menjadi tempat perpindahan Keraton Kartasura. Ada sungai besar yang dinamakan Bengawan Beton membelah wilayah dusun itu menjadi dua bagian.

Keberadaan Bengawan Beton menjadi salah satu pembatas Dusun Sala. Dusun Sala dibatasi sungai dan bengawan. Di sebelah utara dibatasi Kali Pepe, di sebelah timur dibatasi Bengawan Beton sampai ke Dusun Nusupan. Sebelah selatannya dibatasi Kali Wingka. Bengawan Beton yang terletak di Dusun Nusupan tersebut menjadi bandar pelabuhannya para saudagar dan nakhoda yang melakukan pelayaran ke Gresik dan Surabaya. Mereka pulang pergi melewati Bengawan Beton tersebut. Pada zaman Mataram, Dusun Nusupan tersebut berkembang semakin ramai. Para saudagar dari Kotagede di Mataram kalau pergi ke Gresik juga melewati Dusun Nusupan.

Dalam buku Babad Sala juga disebutkan, Kiai Gedhe Sala, bebekel atau tetua dusun tersebut memiliki kewenangan untuk menarik pajak bandar pelabuhan kepada para saudagar yang melakukan perdagangan di tempat itu. Juga dijelaskan, bandar tersebut semakin lama semakin maju. Para pedagang melakukan transaksi jual beli di dusun tersebut. Bahkan banyak juga di antara mereka yang mendirikan rumah di tempat tersebut.

Setelah banyak dikenal ke lain wilayah, nama Bengawan Solo kemudian berganti nama, diganti dengan namanya Kiai Gedhe Sala bebekel di tempat tersebut sehingga kemudian bernama Bengawan Sala. Selain Bengawan Beton ternyata dulu masyarakat juga mengenal Benawi Sangkrah atau Bengawan Sangkrah.

Perubahan nama tersebut terjadi setelah perpindahan Keraton Kartasura ke Desa Sala.